Tulisan ini mengingatkanku pada masa-masa kuliah dulu. Tinggal di Haur Mekar, Bandung (kelurahan Sadangserang), membuatku sering melewatkan Minggu pagi di lapangan Gasibu dan sekitarnya.
Awalnya sih, karena kebetulan semester pertama mata kuliah Olah Raga mewajibkanku untuk 'bisa' berlari sepanjang kurang lebih enam keliling lapangan bola. Sungguh, mata kuliah ini begitu berat bagiku, mengingat sejak kecil aku hampir tak pernah berolah raga kecuali saat pelajaran Olah Raga. Tak heran jika sejak SD hingga SMU, nilai Olah Ragaku selalu kurang. Nah, demi mendapat nilai bagus, aku pun berlatih hampir setiap hari Minggu pagi untuk membiasakan fisikku dengan jogging mengitari lapangan Gasibu.
Kebetulan teman-teman kos yang tinggal serumah denganku kuliah di kampus lain, di mana tak ada mata kuliah Olah Raga. Jadi, biasanya kalau mereka ikut ke Gasibu, paling hanya duduk-duduk di pinggir melihat pejogging lain sambil menyantap sarapan yang mereka beli di sekitar lapangan. Setelah selesai jogging, aku pun bergabung dengan mereka, istirahat sebentar, lalu pulangnya membeli sarapan untuk kumakan di tempat kos.
Setelah semester pertama berakhir, aku jadi ketagihan lari keliling lapangan Gasibu! Rasanya kalau aku melewatkan satu hari Minggu tanpa lari, badanku jadi tak sebugar biasanya. Jadi ya, aku tetap melewatkan Minggu pagi di Gasibu. Tapi semakin lama, pedagang di seputar lapangan Gasibu semakin bertambah. Karena lari pagi mengelilingi lapangan Gasibu semakin tak nyaman, aku pun pindah ke taman di depan gedung telkom, di seberang Gasibu. Kebetulan tamannya dibatas pagar tinggi, jadi area taman tak terganggu pedagang.
Setelah lulus kuliah, aku bekerja dan tinggal di Jakarta. Saat week end, aku masih sering main ke Bandung, meski tak tiap minggu. Acara jogging kadang-kadang masih kulakukan, meski semakin lama semakin jarang. Hari-hari kerja di Jakarta sepertinya menguras tenagaku, hingga rasa malas menghinggapiku di akhir minggu. Jadinya ya, biasanya aku langsung menuju tempat sarapan, lalu menikmati sarapan sambil melihat keramaian di sekitarku.
Untuk urusan sarapan, hampir semuanya ada di sini. Dari bubur ayam, lontong sayur, kupat tahu, nasi uduk, nasi kuning, nasi goreng, nasi padang, dan beragam lauk bisa dipilih. Jajanannya pun tak kalah banyak, dari awug, lupis, bandros, lumpia basah, putu, serabi, 'dorayaki', cilok, beragam es, hingga kue-kue kering. Pokoknya sampai bingung milihnya.
Selesai menyantap sarapan, kadang-kadang aku berburu barang-barang murah meriah. Sepertinya, pedagang yang mengitari lapangan Gasibu hingga tumpah ke jalan-jalan di sekitarnya, sampai menyeberang ke depan gedung telkom, telah menyediakan hampir semua kebutuhan hidup kita. Dari peralatan rumah tangga, perlengkapan mandi, baju, berbagai aksesoris, parfum racikan sendiri, buku, perlengkapan sekolah, barang elektronik, hingga motor tanpa DP.
Harganya pun benar-benar diobral. Dari shampoo bermerk yang dijual di bawah setengah harga toko, hingga parfum bermerk yang dijual hanya sepuluh ribu rupiah. Tentunya masalah kualitas bukan jaminan di sini. Barang-barang bermerk aspal sudah umum ditemukan. Aku sendiri pernah membeli tiga pasang kaos kaki seharga lima ribu rupiah. Setelah dicoba di rumah, yah.. semuanya barang reject dan tak pantas dipakai keluar rumah. Dengan harga segitu, kita memang tak lagi memikirkan kualitas, makanya tak ada kata kecewa. Lumayanan sajalah...
Belakangan, marak diberitakan para pedagang akan direlokasikan di tempat lain, atau minimal area jualan dipagar, agar pedagang tak tumpah ke jalan. Karena aku belum sempat ke Bandung lagi, jadi ya tak tahu deh bagaimana keadaannya sekarang. Tapi sebenarnya, kangen juga sih sarapan di pasar kaget Gasibu lagi...