Rabu, 22 Juni 2011

Buku Kumpulan Dongeng Binatang 1


Dari beberapa buku yang pernah kupunya waktu ku kecil, salah satu yang paling berkesan adalah buku Kumpulan Dongeng Binatang 1. Buku aslinya berjudul 101 Histoires d'Animaux karangan Anne-Marie Dalmais, dengan ilustrator Benvenuti. Hanya saja, di terjemahan bahasa Indonesianya hanya memuat 91 judul cerita pendek dan puisi.


Seperti lazimnya sebuah buku cerita, yang paling menarik bagi anak-anak tentu ilustrasinya. Benvenuti berhasil membuatku terhanyut dalam dongeng-dongeng Anne-Marie Dalmais, hingga terbawa mimpi. Tentunya peran penerjemah, Listiana alm., juga sangat penting. Penerjemah hebat ini memang ahli menerjemahkan puisi-puisi tentang binatang hingga memiliki rima yang indah. Kalimat-kalimat dalam cerita pendeknya pun sangat luwes, menciptakan cerita-cerita menarik dan menghanyutkan..


Cerita favoritku adalah Pelukis dan Bona Tak Suka Matematika. Pelukis bercerita tentang Bu Kambing yang tinggal di sebuah rumah sempit dan menyebabkan banyak kekacauan karena hobby melukisnya. Setelah membacanya, aku membayangkan memiliki sebuah studio lukis mungil di tengah-tengah kebun yang indah dengan jendela yang lebar. Asyiknya...


Bona Tak Suka Matematika bercerita tentang seekor gajah kecil yang suka mengunjungi neneknya. Neneknya mempunyai sebuah lemari besar berwarna hijau yang istimewa, karena di dalamnya tersimpan benda-benda yang menarik, yang suka diberikan kepada Bona sebagai hadiah sebelum pulang. Aku pun terinspirasi, mengosongkan satu ruang di dalam lemari bajuku, lantas mengisinya dengan barang-barang istimewa milikku. Seru.


Bukan berarti cerita lainnya tak menarik. Apalagi jika ilustrasinya berupa kue-kue yang terlihat menggiurkan, seperti pada cerita Toko Kue Jumbo dan Gurita. Aku yang waktu itu masih kelas 2 SD, sampai hampir menitikkan air liur saat berlama-lama memandanginya.


Buku itu sekarang sudah rusak dan hilang entah ke mana. Makanya, saat tahun 2006 yang lalu aku ke Gramedia Bandung lalu menemukan buku yang sama, langsung saja kubeli. Saat itu anakku belum lahir. Jadi kubacakan saja cerita-cerita di dalamnya sejak ia masih dalam kandungan.


Sekarang anakku hampir lima tahun, dan buku itu sudah lepas sampulnya. Beberapa lembar halamannya pun sudah lepas karena bolak-balik dibaca, terutama sebelum tidur. Anehnya, cerita berjudul Pelukis yang paling sering ia minta aku ceritakan. Kalimat favoritnya adalah komentar Cempe, anak Bu Kambing, saat melihat buncis berwarna biru tersaji di meja makan. Hari itu Bu Kambing memang banyak melukis dengan cat biru! "Buncis biru kelihatan lebih menarik daripada buncis hijau. Apakah perutku nanti akan menjadi biru juga, kalau aku makan buncis biru itu?" begitu komentarnya. Kok bisa ya...

Sabtu, 04 Juni 2011

Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta

Tahun 2008 yang lalu, saat menghadiri acara wisuda adikku di UGM, aku berkesempatan mengunjungi kebun binatang Gembira Loka di Yogyakarta. Dengan menggunakan taxi, aku, suami, dan anakku meluncur dari hotel tempat kami menginap di Jalan Kaliurang ke tempat tujuan. Waktu itu hari Kamis jam delapan pagi. Tapi lalu lintas tak begitu padat. Tak memakan waktu lama, kami telah sampai. Setelah membayar tiket masuk seharga sepuluh ribu rupiah per orang (anakku baru dua tahun, jadi tak perlu membayar tiket), kami pun melewati pintu masuk kebun binatang.


Setelah melewati taman bermain anak, menuruni puluhan anak-anak tangga, menyeberang jembatan, dan menyusuri tepian kolam buatan, barulah kami sampai di kandang-kandang para binatang. Yang pertama kami jumpai adalah beberapa jenis primata, kemudian aneka jenis ikan yang ditempatkan di sebuah bangunan dengan penerangan redup. Binatang-binatang lain yang kami temui berikutnya adalah aneka jenis burung, buaya, kuda nil, harimau, ular, kanguru, unta, rusa, landak, beruang hitam, gajah, zebra, tapir, dan beberapa jenis lainnya yang tak sempat kufoto, jadi tak kuingat lagi.




Saat menuju pintu keluar, kami kembali melewati kolam buatan yang dilengkapi sepeda air/perahu kayuh, lalu mendaki tangga-tangga yang curam menuju taman dengan aneka permainan anak-anak. Beberapa patung mulut binatang menjadi lorong-lorong yang mengasyikkan bagi anakku. Sayangnya, kok banyak yang tak terawat ya... Waktu itu tak ada petugas satu pun di semua arena permainan. Lagipula, area kebun binatang juga kelihatan sepi pengunjung. Mungkin karena hari itu bukan hari Minggu, dan masih bisa dibilang pagi?


Kios-kios pedagang cindera mata berderet sepanjang jalan keluar menuju jalan raya. Kembali ke hotel, kami mencoba bis Trans Jogja karena salah satu haltenya tak jauh dari pintu keluar kebun binatang. Bisnya ber-AC, tapi tak punya jalur khusus seperti busway di Jakarta. Jadi, kalau lalu lintas lagi macet ya... ikutan macet deh. Karena rute bis tak melewati Jalan Kaliurang, maka kami sambung dengan taxi. Sebelum tengah hari, kami sudah sampai kembali ke hotel.