Senin, 25 April 2011

Buku Seri Lift-The-Flaps with 60 Flaps (Buku dengan 60 Jendela)



Yang dimaksud dengan flaps di sini adalah kotak gambar yang dibuat menyerupai tingkap atau jendela, dan kalau dibuka terlihat gambar lain beserta penjelasannya. Misalnya, ada kotak bergambar beehive (saang lebah), saat dibuka terlihat gambar seekor lebah dan sebotol madu, dengan keterangan: Kita mengambil madu dari sarang lebah. Jadi, buku ini lumayan kaya pengetahuan.


Bukunya ‘besar’ dan ‘tebal’. Ilustrasinya full color dan sangat menarik, dikerjakan oleh ilustrator senior Tony Wolf. Jangankan anak-anak. Aku sendiri suka berlama-lama menikmati gambar-gambar di buku-buku itu. Anakku sampai suka bergumam, "Bunda, aku pengen masuk ke buku ini... Pengen masuk rumah ini nih... Pengen main-main di sini nih... Pengen naik kapal laut ini nih..." sambil menunjuk gambar-gambarnya.



Menurutku, cakupan edisi dwibahasa Inggris Indonesia ini adalah dari balita yang baru bisa baca sampai anak-anak yang udah gede dan masih belajar bahasa Inggris. Soalnya, buku ini kayak kamus bergambar. Kosa katanya lumayan mendetail. Misalnya, di sebuah halaman yang gambarnya kapal laut, tertulis nama-nama bagian kapal yang ditunjuk. Dari prow (haluan), bridge (anjungan), hingga poop deck (buritan). Aku sendiri masih suka ngintip buku-buku ini kalau lagi butuh kosa kata bahasa Inggris, hehehe…


Aku mulai mengenalkan buku ini pada anakku ketika ia berumur sebelas bulan, saat dia belum bisa membaca. Alhasil, beberapa 'jendela' dengan sukses sudah berhasil dirobeknya. Sayang. Saranku sih buku ini diberikan saat anak kita sudah mulai bisa mengeja. Saat itu biasanya ia sudah terampil membolak-balik halaman buku, sehingga tidak sampai merobeknya.

Judul-judul lengkap seri ini: The Farm (Tanah Pertanian), The City (Kota), The Woodland (Hutan), dan The Sea (Laut), diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka.


Kamis, 21 April 2011

Jalan-jalan ke Madiun

Meskipun Madiun adalah kota kelahiranku, tapi jumlah kunjunganku ke sana bisa dihitung dengan jari. Pasalnya, dari umur sebelas bulan, aku sudah diboyong orang tuaku ke Jakarta. Selanjutnya, masa-masa sekolah, kuliah, kerja, hingga berkeluarga, tak pernah kuhabiskan di Madiun. Terakhir aku ke sana bersama suami dan anakku saat libur lebaran tahun 2010, waktu menghadiri pernikahan adik bungsuku yang kebetulan berjodoh dengan orang Jawa Timur.

Yang jelas, sekarang Madiun sudah menjadi kota yang jauh lebih ramai dibandingkan waktu ku kecil dulu. Dulu, kalo mau 'shopping', ya cuma di Presiden Plasa di alun-alun. Sekarang, di sepanjang Jalan Pahlawan tampak berderet beberapa mall sebagai pilihan tempat belanja, makan, atau sekedar cuci mata.

Karena acara waktu itu cukup padat, aku cuma sempat muter-muter naik becak mencari oleh-oleh khas Madiun, mampir sebentar ke Sri Ratu, duduk-duduk di sebuah taman di bantaran sungai Bengawan Madiun, dan mengunjungi Taman Ria di daerah Magetan. Yang penting, sarapan nasi pecel tak boleh terlewatkan. Hm.. paduan bayam, tauge, kembang turi, petai cina, daun kemangi, diramu dalam bumbu pecel yang lezat, dimakan bersama nasi hangat, tempe goreng tepung dan lempeng. Ini dia yang selalu bikin kangen Madiun.

Untuk urusan oleh-oleh, bisa didapat di beberapa toko oleh-oleh yang tersebar di kota Madiun, tapi yang sempat kudatangi cuma dua, yaitu toko Mirasa di Jalan Pahlawan dan toko Taman Sari di Jalan Salak. Jualan utamanya pasti brem, selain lempeng (mentah maupun yang sudah digoreng), bumbu pecel, madumongso, dan berbagai jenis jenang dan keripik. Yang jelas harga di toko Mirasa lebih mahal, mungkin karena Mirasa sudah lebih dikenal orang dari luar Madiun.

Selanjutnya, aku mampir sebentar di sebuah taman di bantaran sungai Bengawan Madiun. Ada sebuah monumen pesawat yang dikelilingi kolam kecil, sebuah gazebo, beberapa saung kecil, dan beberapa lampu taman. Sayang semuanya tak terawat.


Sebelum pulang, kami sempatkan meluncur ke Taman Ria di daerah Magetan. Di bagian depan, sejumlah pohon sengaja dipelihara hingga menciptakan suasana rindang dan sejuk. Tiket masuknya sekitar tiga ribu rupiah per orang. Beberapa jenis hewan dipelihara di kandang-kandang, termasuk sejumlah rusa. Ada juga beberapa macam permainan anak-anak, termasuk flying fox dengan ketinggian kurang dari lima meter. Untuk setiap permainan, pengunjung dikenakan biaya lagi. Katanya sih ada kolam renang juga, tapi berhubung waktunya mepet jadi ya kami langsung cabut saja.